Penangkapan Aktivis Lingkungan, KMHDI Kotim: Tindakan Diskriminatif Terhadap Rakyat

IST/BERITA SAMPIT - Mega Silviana, Aktivis Perempuan KMHDI yang merupakan anak kandung James Watt salah satu pejuang agraria yang ditangkap. 

SAMPIT – Diskriminasi terhadap rakyat kecil bukan hanya terjadi pada peladang saja di Kalimantan Tengah (Kalteng). Konflik antar masyarakat dengan perusahaan pun marak terjadi, para pejuang yang memperjuangkan hak rakyat bahkan berujung ke jalur hukum yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat kecil.

Hal ini disampaikan Mega Silviana, Bendahara Pimpinan Cabang Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (PC KMHDI) Kotawaringin Timur (Kotim). Ia mengatakan, penangkapan 3 warga desa Penyang, kabupaten Kotim oleh aparat kepolisian pada 7 Maret 2020 di mess Walhi nasional, di Jakarta sangat disayangkan.

“Konflik ini bermula dari tuntutan warga terhadap lahan diluar HGU seluas 117 ha, warga desa Penyang malah dituduh mencuri kelapa sawit milik PT HMBP II,” ungkap Mega aktivis Perempuan tersebut, Senin 30 Maret 2020.

BACA JUGA:   Developer Perumahan Bisa Dilaporkan Jika Tak Sesuai Perjanjian

Mega yang merupakan anak dari James Watt salah satu pejuang agraria yang ditangkap, menyampaikan kepada wartawan beritasampit.co.id, bahwa ia sangat mengenal sosok ayahnya. Ia mengatakan bahwa ayahnya sedang berjuang bersama warga desa Penyang.

“Beliau sering membantu warga untuk menyuarakan hak mereka dan mengkritik Korporasi saat terjadinya perusakan Lingkungan,” ujar Mega.

Mega menila harusnya rakyat kecil yang memperjuangkan hak-haknya didukung dan dilindungi sebagaimana diatur dalam pasal 66 UU 32 tahun 2009 yang berbunyi “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas Lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata” bukan malah di dikriminalisasi.

BACA JUGA:   Korban Bunuh Diri di Desa Pelantaran Telah Dimakamkan, Suami Histeris

Penegak hukum pun, menurutnya, seolah mendiskriminasi masyarakat bawah, petani seolah menjadi pencuri diatas tanahnya sendiri, padahal diketahui ada banyak korporasi yang beroperasi diluar HGU menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan, namun tidak ditindak tegas.

“Pemerintah Daerah dan penegak hukum harus memberikan keadilan terhadap pejuang agraria beserta warga yang sedang berjuang dan menindak tegas PT HMBP II , kapan perlu cabut izinnya,” tutup Mega. (NA/Beritasampit.co.id).