Ini Penyebab dan Dampak Deflasi Suatu Wilayah

PASAR : JMY/BERITA SAMPIT - Suasana pasar tradisional di Kota Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur saat zona merah virus corona, sehingga terjadi deflasi.

SAMPIT – Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) merilis bahwa Kota Sampit menempati urutan ke 14 kota deflasi tertinggi di tingkat nasional. Deflasi di Kota Sampit sebesar 0,33 persen pada April 2020 terjadi karena adanya penurunan harga yang ditunjukkan oleh penurunan indeks harga pada lima kelompok pengeluaran, secara berturut turut adalah kelompok informasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 1,51 persen, kelompok transportasi sebesar 1,16 persen.

Kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 0,37 persen, dan kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 0,02 persen dan kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 0,01 persen. Sedangkan kelompok pengeluaran yang mengalami peningkatan indeks harga adalah kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 0,92 persen, dan kelompok kesehatan sebesar 0,07 persen .

Komoditas yang memiliki andil tertinggi terhadap penurunan indeks harga yang signifikan di Kota Sampit selama April 2020 secara berturut-turut adalah daging ayam ras, angkutan udara, biaya pulsa ponsel.

BACA JUGA:   Fajrurrahman Hanya Tersenyum Tanggapi Dirinya Dinilai Sebagai Calon Kuat di Pilbup Kotim

Nur Amanah, Seksi Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik BPS Kotim, Kamis 14 Mei 2020 menyampaikan deflasi adalah kondisi yang terjadi saat terdapat perubahan (indeks) penurunan harga barang atau jasa dari satu periode waktu terhadap periode waktu sebelumnya. Deflasi bisa terjadi dari akibat perubahan pola konsumsi masyarakat, daya beli masyarakat menurun atau melimpahnya ketersediaan barang dan jasa sehingga supply (persediaan) barang melebihi demand (permintaan).

Ilustrasinya, misalnya bulan ini harga cabai turun, bisa jadi karena produksi atau ketersediaan bisa dari impor cabai yang meningkat dari sebelumnya sedangkan kebutuhan masyarakat terhadap cabai stabil atau menurun karena perubahan pola konsumsi. Jadi banyak cabai yang tidak laku sehingga harganya turun.

Atau kondisi ketika harga cabai turun karena daya beli masyarakat menurun. Masyarakat tak lagi memiliki cukup uang untuk membeli konsumsi cabai seperti biasanya karena berbagai hal, misalnya pendapatannya menurun, ada pengeluaran tambahan lain yang membuat yang tadinya dari pendapatan bisa membeli cabai dengan nominal Rp 20.000 misalnya, tapi karena pendapatannya turun jadi hanya ada uang Rp 10.000 untuk membeli cabai.

BACA JUGA:   Jasad Bayi yang Baru Dilahirkan Mengapung di Kawasan Pelabuhan Sungai Mentaya Sampit

Jika deflasi terjadi disuatu wilayah maka bisa jadi mengindikasikan daya beli masyarakat yang menurun sehingga konsumsi masyarakat terhadap barang dan jasa berkurang dan mengakibatkan harga menjadi turun. Kemudian, mengindikasikan ketersediaan barang/jasa berlimpah dari produksi ataupun dari impor dalam beberapa periode.

Selain itu, mengindikasikan pola perubahan konsumsi masyarakat misalnya adanya subsitusi barang/jasa karena trend misalnya dari pada nenggunakan kendaraan prbadi beralih ke kendaraan umum, perubahan dari dulu menggunakan modem sekarang sudah tidak lagi, perubahan berkurangnya konsumsi rokok menjadi pola hidup sehat.

Terakhir, jika deflasi terjadi mengindikasikan berkurangnya investasi dikarenakan perubahan penurunan harga barang atau jasa sehingga mengurangi keuntungan investasi.

Menurut Amanah, inflasi ataupun deflasi menjadi hal yang tidak terhindarkan dalam dunia perdagangan. Jika inflasi ataupun deflasi masih berada dalam kisaran 2 sampai dengan 3 persen, maka masih mengindikasikan perekonomian dan bertumbuh. (Jmy/beritasampit.co.id).