Hidayat Nur Wahid: ‘Jas Hijau’, Jangan Melupakan Jasa Ulama

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (kanan). Dok: Istimewa

JAKARTA– Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengatakan para Ulama termasuk Habaib ikut berperan memperjuangkan Indonesia Merdeka.

Selain itu, Hidayat bilang para ulama juga berperan besar dalam merumuskan serta berkompromi, menyepakati dan menyelamatkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia

Pernyataan itu disampaikan Hidayat saat menyampaiian sosialisasi Empat Pilar MPR yang bekerjasama antara MPR dengan Yayasan Silaturahim Kumpul Bareng Anak Tenabang (Sikumbang), pada Kamis (19/11/2020) malam. Sikumbang adalah organisasi yang menaungi para pendekar, guru silat, dan tokoh masyarakat yang ada di wilayah Tanah Abang.

“Sudah semestinya jika Pancasila yang dibuat dengan kompromi dari tokoh-tokoh Umat Islam bersama tokoh-tokoh bangsa itu tidak dibuat dalam rangka memusuhi Umat Islam. Dan jangan sampai pada akhirnya justru dipakai sebagai alat represif untuk memecah belah bangsa dengan mencelakai Habaib, Ulama dan Umat Islam,” tandas Hidayat.

Politisi PKS itu menegaskan peran ulama dalam perumusan Pancasila sebagai dasar negara saat panitia Sembilan menyepakati lima sila sebagai Dasar Negara Indonesia yang Merdeka.

Ulama juga berjasa besar dalam menyelamatkan Pancasila dan proklamasi Indonesia Merdeka dengan mengakomodasi tuntutan masyarakat Indonesia Timur untuk mengubah sila pertama menjadi KeTuhanan Yang Maha Esa.

Keterlibatan ulama, itu dibuktikan dengan banyaknya istilah bahasa Arab yang merujuk ke Al Quran dan Hadits di dalam sila-sila Pancasila.

“Maka wajar saja bila ada beberapa kata kunci dalam Pancasila, seperti adil (sila kedua dan kelima); beradab, hikmat, permusyawaratan, perwakilan, dan rakyat (sila keempat dan kelima) berasal dari bahasa Arab yang ada di Al Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW,” beber Hidayat.

BACA JUGA:   MK Perpanjang Masa Jabatan Kepala Daerah Hasil Pilkada 2020

“Jadi, dalam perumusan Pancasila dan menyepakatinya hingga finalnya pada 18 Agustus 1945, di situ ada peran Ulama-Ulama yang sangat besar. Sehingga, jadi tidak wajar bila Pancasila dibuat untuk menjadi dalih memusuhi umat Islam (Islamophobia). Tapi juga tidak wajar bila Umat Islam malah menolak Pancasila (IndonesiaPobhia),” tegasnya.

Oleh karena, HNW mengimbau kepaada para pendekar dan guru silat di Tanah Abang untuk bersama-sama memahami dan mengamalkan dasar negara Pancasila itu dalam kehidupan sehari-hari. “Apalagi, Pancasila itu merupakan salah satu dari empat pilar MPR RI bersama dengan UUD NRI 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika,” kata Hidayat menambahkan.

HNW berharap Sosialisasi Empat Pilar MPR RI ini akan menambah kokoh dan memperkuat langkah para pendekar dan guru silat di Tanah Abang untuk tetap berbuat hal-hal yang positif bagi bangsa dan negara.

“Para pendekar ini sudah hebat dari segi kekuatan fisik dan jurus-jurusnya. Oleh karena itu, perlu selalu dijaga semangatnya agar berjalan pada rel yang bermanfaat dan baik bagi masyarakat, dan negara, dengan dilaksanakannya ketentuan-ketentuan dari Empat Pilar MPR RI ini,” tambahnya.

Ia mengingatkan peran ulama bukan hanya dilakukan pada saat pembahasan Pancasila, tetapi juga saat memperjuangkan dan mempertahankan Indonesia merdeka.

Salah satunya adalah Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 yang dikumandangkan oleh KH Hasyim Asyari. Resolusi itu mampu memperkuat semangat para santri, kiyai, guru silat, dan pendekar untuk membentuk Laskar Kiai, Laskar Santri, Laskar Hizbullah, berjuang bersama Rakyat dan TRI, melawan kembalinya penjajah Belanda.

BACA JUGA:   Komisi VII DPR Desak Plt Dirjen Minerba Koordinasi Terkait IPR di Kepulauan Bangka Belitung

“Sejarah mencatat suksesnya perjuangan Resolusi Jihadnya KH Hasyim Asy’ari, dan kedekatan KH Subchi Parakan dengan Jendral Sudirman, Bapaknya TNI,” tegasnya.

Hidayat menuturkan para Habaib juga memiliki peran yang besar bagi bangsa ini. Misalnya Habib Husein Al Mutahhar yang menciptakan lagu-lagu, seperti Hari Merdeka, Syukur Umat, tulus ikhlas dan tetap bersemangat mencintai dan membela Indonesia Merdeka.

Lalu, ada pula Habib Ali Kwitang yang melalui jaringan jemaah dan majlis taklimnya mensosialisasikan dan mendukung proklamasi Indonesia Merdeka.

“Dan yang tak kalah penting adalah, peran ulama sekaligus pimpinan Partai Islam Masyumi, M Natsir yang melalui mosi Integral 3 April 1950 berjasa besar, mengembalikan Republik Indonesia menjadi NKRI, setelah sebelumnya diubah oleh penjajah Belanda menjadi RIS,” tuturnya.

Dirinya berharap pemahaman sejarah yang benar itu terus dipertahankan oleh para guru silat dan pendekar silat di Tanah Abang.

“Seluruh potensi yang kita miliki, jurus-jurus silat yang hebat dan lain-lain, bukan untuk menteror, menghadirkan keonaran yang meresahkan masyarakat, atau membuat Jakarta jadi ambaradul, tapi untuk mengamalkan dan menyelamatkan Pancasila, UUDNRI 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,” cetus dia.

Hidayat berujar apabila ada kelompok Komunis atau pihak lain yang ingin membegal atau membelokkan perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara, keluar dari dari kompromi dan cita-cita Indonesia Merdeka, yang disepakati tersebut, maka wajar bila warga Indonesia menolaknya, dengan tetap mempertahankan NKRI dan Pancasila.

“Karena Indonesia dan Jakarta faktanya adalah warisan jihad/ijtihad/mujahadah/musyawarah/tadhiyyah dan hadiah para ulama dan habaib,” pungkas Hidayat Nur Wahid.

(dis/beritasampit.co.id)