Penghapusan Merkuri di PESK, Ini Kata Sekda Kalteng

IST/BERITA SAMPIT - Sekda Kalteng Fahrizal Fitri saat membaca sambutan Gubernur Kalteng Sugianto Sabran saat di acara Rakorda Program Bangga Kencana (Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana) Tahun 2021.

PALANGKA RAYA – Sekretaris Daerah Kalimantan Tengah Fahrizal Fitri, mengikuti kegiatan Pertemuan Rapat Koordinasi (Rakor) Percepatan Penyusunan, Rencana Aksi Daerah Pengurangan dan Penghapusan Merkuri di Provinsi Kalimantan Tengah, secara virtual di ruang bajakah Kantor Gubernur Kalteng, Kamis 22 April 2021.

Dalam kesempatan itu Fahrizal Fitri menjelaskan Merkuri secara global telah dilarang, baik produksi maupun penggunaannya namun di sektor tertentu seperti sektor kesehatan dan industri, merkuri masih dipergunakan dengan beberapa aturan, tetapi khusus di sektor pertambangan emas, penggunaan merkuri telah dilarang seluruhnya.

“Di Provinsi Kalimantan Tengah, pada umumnya Merkuri banyak digunakan untuk usaha Pertambangan emas rakyat, atau lebih dikenal dengan istilah Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK). Kegiatan penambangan ini, menjadi mata pencaharian utama masyarakat di sekitar lokasi tambang, dan aktivitas PESK ini lebih banyak dilakukan secara illegal, maka sangat sulit untuk menentukan jumlah dan luasan dampak lingkungan, kesehatan dan ekonominya yang membuat mereka sering diidentikkan dengan istilah Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI),” ucapnya.

BACA JUGA:   Ini Jawaban Plt Kadisdik Kalteng Terkait Kejelasan Penyaluran Beasiswa Tabe

Sampai saat ini belum ada data yang akurat yang menunjukkan jumlah penambang, luas areal tambang, jumlah pemakaian merkuri dari masing-masing lokasi tambang. Data terkait dampak kesehatan ataupun keracunan akibat merkuri juga sangat minim di Indonesia, termasuk Kalimantan Tengah.

Hal ini membuat sulitnya pembuktian tentang bahaya merkuri terhadap kesehatan, terutama terhadap pelaku PESK ataupun masyarakat yang tinggal berdekatan dengan areal tambang.

“Karena dampak Merkuri yang berbahaya bagi kesehatan, akhirnya mendorong pemerintah untuk berkomitmen mewujudkan Indonesia Bebas Merkuri 2030, dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM). Perpres tersebut merupakan, implementasi Konvensi Minamata yang bertujuan melindungi kesehatan manusia, dan lingkungan hidup, dari emisi dan lepasan merkuri dan senyawa merkuri antropogenik,” jelasnya.

BACA JUGA:   Kadis Kominfosantik Kalteng Bagikan Bantuan untuk Pasar Murah di Kabupaten Barut

Fahrizal Fitri menjelaskan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM), bertujuan untuk menetapkan target dan strategi pengurangan dan penghapusan merkuri, pada empat bidang prioritas yaitu manufaktur, energi, pertambangan emas skala kecil, dan kesehatan. Peraturan ini juga mewajibkan daerah, untuk membuat Rencana Aksi Daerah (RAD), di tiap daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota sebagai tindak lanjut pelaksanaan RAN PPM.

“Untuk menindaklanjuti hal tersebut, maka Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, pada tanggal 8 Januari 2020 telah menetapkan SK, Tim Penyusunan dan Pelaksanaan Recana Aksi Daerah Pengurangan dan Penghapusan Merkuri Nomor 188.44/5/2020. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pertemuan pada hari ini, yang diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi, agar RAD Pengurangan dan Penghapusan Merkuri di Provinsi Kalimantan Tengah dapat segera terwujud,” pungkasnya.

(Hardi/Beritasampit.co.id)