Transisi Energi Kurangi Pemanfaatan Energi Fosil

Tangkapan layar - Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam diskusi daring tentang PLTS atap yang dipantau di Jakarta, Jumat (27/8/2021). ANTARA/Sugiharto Purnama/am.

JAKARTA – Pemerintah Indonesia berkomitmen melaksanakan transisi energi dari fosil menuju energi yang lebih bersih dan minim emisi sejalan dengan arah kebijakan energi nasional.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan sektor energi Indonesia ditargetkan dapat menurunkan emisi sebesar 314 juta sampai 446 juta ton karbon dioksida pada 2030.

“Transisi energi tersebut dilakukan melalui pengembangan energi baru terbarukan secara masif dan pengurangan pemanfaatan energi fosil secara bertahap,” ujarnya dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Minggu 10 April 2022.

Dadan menjelaskan transisi energi dapat dicapai dengan pengembangan energi baru terbarukan masif yang tersebar, pengurangan pemanfaatan fosil bertahap, kemudian mendorong penggunaan elektrifikasi baik untuk kendaraan bermotor maupun peralatan rumah tangga, serta penerapan teknologi yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

Pada Konferensi Perubahan Iklim PBB atau COP-26 tahun lalu, Indonesia telah berkomitmen untuk menuju target netralitas karbon pada 2060 atau lebih cepat dengan bantuan internasional.

BACA JUGA:   Hari Perempuan Sedunia, Mukhtarudin: Wujudkan Kesejahteraan Perempuan di Semua Aspek Kehidupan

Dalam peta jalan netralitas karbon, pemerintah Indonesia pemerintah telah mencanangkan pengurangan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang ditandai dengan tidak ada lagi penambahan PLTU baru sebagaimana tertuang dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.

Dalam rangka upaya mengurangi emisi gas rumah kaca, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang akan menerapkan pajak karbon pada PLTU batu bara mulai 1 Juli 2022.

Pajak karbon itu antara lain melalui penerapan cap atau batas atas emisi, penetapan peraturan Menteri Keuangan tentang tata laksana pajak karbon, dan juga pelaksanaan pajak karbon secara terbatas.

Koordinator Perlindungan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Bayu Nugroho mengatakan pemerintah bahu membahu bersinergi dalam mempersiapkan penerapan pajak karbon kepada pelaku usaha pembangkitan.

“Butuh kesiapan-kesiapan untuk lebih bisa menerapkan ini, pemerintah bahu membahu mencoba mensinergikan peraturannya sehingga nanti ke depan bisa lebih diterima oleh pelaku usaha,” kata Bayu.

BACA JUGA:   Diduga Program Bodong Rice Cooker Gratis Kementerian ESDM, Komisi VII DPR: Harus Diaudit BPK RI

Sementara itu, Direktur Mobilisasi Sumber Daya Sektoral dan Regional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wahyu Marjaka menyampaikan Indonesia memiliki peta jalan Nationally Determined Contribution yang sudah disiapkan untuk menjadi pedoman seluruh sektor dalam mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca.

Pada 2025, perdagangan karbon secara penuh akan diimplementasikan. Dalam rangka persiapan pelaksanaan tersebut, di tahun 2021 lalu, Kementerian ESDM telah melaksanakan uji coba perdagangan karbon untuk PLTU batu bara.

Dari simulasi yang diikuti oleh 35 pembangkit tersebut terdapat 28 transaksi perdagangan karbon senilai Rp1,54 miliar.

Penerimaan dari pajak karbon ke depan diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah dana pembangunan, investasi teknologi ramah lingkungan, atau memberi dukungan kepada masyarakat berpendapatan rendah dalam bentuk program sosial.

“Kebijakan pajak karbon ini merupakan paket kebijakan komprehensif untuk penurunan emisi, dan juga untuk stimulus untuk perkembangan ekonomi hijau yang berkelanjutan,” pungkas Dadan Kusdiana. (Antara/beritasampit.co.id).