PERPANJANGAN 2

Ricky Zulfauzan

Oleh: Ricky Zulfauzan (Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Palangka Raya)

Tahapan Pemilihan Rektor Universitas Palangka Raya (UPR) Periode 2022-2026 akhirnya resmi ditunda. Penundaan ini berdasarkan pada surat yang ditanda tangani virtual barcode oleh Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi (Dirjen Dikti), Prof. Ir. Nizam, M.Sc., DIC., Ph.D. Surat itu ber-nomor 0460/E.E1/TP.01.03/2022 perihal Penyampaian Hasil Keputusan Rapat Senat Tentang Tata Cara Pemilihan Rektor Universitas Palangka Raya Periode 2022-2026 tertanggal 13 Juni 2022.

Surat tersebut sebagai bentuk pembinaan yang dengan tegas memerintahkan Universitas Palangka Raya untuk menunda sementara proses pemilihan rektor. Adapun bunyinya ialah: “…,dalam rangka tertib administrasi dan tertib aturan dalam pelaksanaan proses pemilihan Rektor di lingkungan Universitas Palangka Raya, kami harap agar proses pemilihan Rektor untuk sementara waktu ditunda, hingga dilakukan penyesuaian…”Tidak kalah pentingnya, surat tersebut juga memerintahkan untuk melakukan penyesuaian komposisi keanggotaan Senat Universitas Palangka Raya khususnya pada kedudukan Rektor sebagai ketua senat dan kedudukan Ketua Satuan Pengawas Internal (SPI) sebagai anggota senat.

Mencermati secara seksama surat tersebut ada tiga poin utama yang menjadi penekanan Dirjen Dikti yaitu: 1) Segera melakukan penyesuaian komposisi keanggotaan Senat; 2) Melakukan penyesuaian peraturan terkait tata cara pemilihan rektor; dan 3) melaporkan seluruh tahapan proses pemilihan anggota senat dan tahapan proses pemilihan rektor.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata’ segera’berarti: lekas; lekas-lekas; buru-buru; tergesa-gesa; cepat (tentang peralihan waktu). Dengan demikian perintah ‘segera’ di sini artinya harus membenahi tiga poin utama tersebut secepat mungkin, dalam tempo sesingkat-singkatnya.

SENAT VS ATURAN

Sebenarnya tidak hanya keanggotaan senat yang disebutkan di atas saja yang tidak berkesesuaian dengan aturan yang berlaku. Saya berhasil menginventarisir sedikitnya ada 8 (delapan) anggota senat yang tidak berkesesuaian dengan aturan. Anggota Senat Universitas Palangka Raya yang diduga tidak sesuai aturan tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, Dr. Andrie Elia, S.E, M.Si sebagai Senat ex officio Rektor Universitas Palangka Raya. Tidak berkesesuian dengan Permenristekdikti 42/2017 Tentang Statuta Universitas Palangka Raya Pasal 33 ayat (6) yang berbunyi: “Ketua dan sekretaris senat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan huruf b berasal dari anggota senat wakil dosen.”Jika melihat aturan tersebut bisa diduga terjadi pelanggaran, yaitu Rektor sebagai anggota Senat ex

officio seharusnya hanya menjadi anggota Senat biasa, bukan Ketua Senat Universitas Palangka Raya.

Kedua, Dr. Ir. Petrus, M.P sebagai Ketua Satuan Pengawas Internal (SPI) UPR. Tidak berkesesuian dengan Permenristekdikti 42/2017 Tentang Statuta Universitas Palangka Raya Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2). Ayat (1) berbunyi: Anggota senat terdiri atas: a. Wakil Dosen dari setiap fakultas; b. Rektor; c. Wakil Rektor; d. Dekan; e. Direktur Pascasarjana; dan f. Ketua Lembaga.”Berdasarkan ayat (1) ini, bisa diduga bahwa Ketua Satuan Pengawas Internal (SPI) bukan termasuk anggota senat. Berikutnya ayat (2) yang berbunyi:“Anggota Senat yang berasal dari wakil Dosen dari setiap fakultas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas 6 (enam) orang wakil Dosen yang profesor dan 1 (satu) orang wakil Dosen yang bukan profesor.”

Berdasarkan ayat (2) ini, diterjemahkan bahwa Dr. Ir Petrus, M.P tidak bisa menjadi anggota Senat perwakilan Dosen yang profesor maupun perwakilan Dosen yang bukan profesor karena perwakilan Dosen bukan profesor dari Fakultas pertanian sudah diisi oleh Dr. Ir. Evi Veronica, M.S. Bisa disimpulkan bahwa keanggotaannya sebagai senat diduga tidak sah karena bukan anggota senat ex officio maupun senat perwakilan dosen.

Ketiga, Ir. Waluyo Nuswantoro, M.T sebagi Senat ex officio Dekan Fakultas Teknik. Diduga tidak berkesesuian dengan Permenristekdikti 42/2017 Tentang Statuta Universitas Palangka Raya Pasal 42 ayat (2) huruf o yang berbunyi: “Untuk dapat diangkat sebagai wakil rektor, dekan dan seterusnya…, seorang Dosen harus memenuhi persyaratan sebagi berikut: o. tidak sedang menjalani tugas belajar atau izin belajar lebih dari 6 (enam) bulan yang meninggalkan tugas tridharma perguruan tinggi.”

Menurut aturan ini, jabatan yang bersangkutan sebagai dekan harus ditinjau ulang karena sedang studi lanjut pada Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Palangka Raya. Berikutnya, tidak sesuai Peraturan Senat 01/2018 Tentang Persyaratan, Tata cara Pemilihan dan Pengangkatan Anggota Senat Wakli Dosen Universitas Palangka Raya Pasal 4 huruf h yang berbunyi:“Anggota Senat Universitas Wakil Dosen harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: h. Dosen yang tidak sedang studi lanjut.”

BACA JUGA:   Bukan Hanya Ada  di Cirebon, Musik Obrog-Obrog Pembangun Sahur Ternyata Juga Ada di Kota Kumai, Kotawaringin Barat

Keempat, Anyualatha Haridison S.Th, M.Si sebagai Senat Perwakilan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Palangka Raya. Diduga tidak berkesesuian dengan Permenristekdikti 42/2017 Tentang Statuta Universitas Palangka Raya Pasal 33 ayat (9) dan Peraturan Senat 01/2018 Tentang Persyaratan, Tata cara Pemilihan dan Pengangkatan Anggota Senat Wakli Dosen Universitas Palangka Raya Pasal 4 huruf h yang berbunyi:“Anggota Senat Universitas Wakil Dosen harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: h. Dosen yang tidak sedang studi lanjut.”Berdasarkan aturan tersebut, yang bersangkutan diduga tidak memenuhi syarat sebagai anggota Senat Universitas Wakil Dosen karena sedang menempuh studi lanjut pada program Doktor Ilmu Politik Universitas Diponegoro.

Poin ketiga dan keempat ini mungkin dibantah dengan Surat Edaran (SE) Nomor 28/2021 tentang Pengembangan Kompetensi Bagi Pegawai Negeri Sipil Melalui Jalur Pendidikan terutama Poin 9 huruf c yang berbunyi: “PNS yang menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan dengan tetap melaksanakan tugasnya, dapat tidak diberhentikan dari jabatan dalam hal: 1) memenuhi pertimbangan organisasi; dan 2) memperhatikan sistem penyelenggaraan pendidikan yang dijalani.” SE ini berlaku jika memenuhi prakondisi yang dipersyaratkan. Yaitu pertama memenuhi pertimbangan organisasi, maksudnya orang yang sedang menempuh tugas belajar dalam jabatannya tidak ada orang pengganti lain yang bisa menggantikan. Kalau penggantinya banyak, maka gugur prakondisi yang pertama. Kedua memperhatikan sistem penyelenggaraan pendidikan yang dijalani.

Maksudnya prakondisi ini mengakomodir peserta tugas belajar yang kuliah secara daring akibat pandemi COVID-19 di Indonesia. Jika kuliahnya sudah offline, maka pertimbangan prakondisi kedua juga gugur. Apalagi jika dibaca lebih seksama SE tersebut pada poin 9 huruf a yang berbunyi: “PNS yang menjalani tugas belajar untuk jangka waktu lebih dari 6 (enam) bulan diberhentikan dari jabatan.”Tentunya pengecualian terkait poin 9 huruf c tidak akan terjadi. Saya juga menyarankan yang membantah agar belajar kembali terkait tata urut produk hukum di Indonesia terutama kedudukan Peraturan Menteri dengan Surat Edaran Menteri. Surat Edaran tidak dapat dijadikan dasar hukum untuk menganulir Peraturan Menteri, apalagi Perpres atau PP tetapi semata-mata hanya untuk memperjelas makna dari peraturan yang ingin diberitahukan (lihat: https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/HierarkiProdukHukum.html).

Kelima, Agus Mulyawan, S.H, M.H sebagai Anggota Senat Wakil Dosen sekaligus Sekretaris senat Universitas Palangka Raya. Diduga tidak berkesesuian dengan Permenristekdikti 42/2017 Tentang Statuta Universitas Palangka Raya Pasal 33 ayat (9) dan Peraturan Senat 01/2018 Tentang Persyaratan, Tata cara Pemilihan dan Pengangkatan Anggota Senat Wakli Dosen Universitas Palangka Raya Pasal 8 ayat (1) huruf c yang berbunyi: “Pasal 8 Pemberhentian Anggota Senat. Ayat (1) Keanggotaan Senat Universitas berakhir karena: c. diangkat dalam jabatan negeri yang lain.” Menurut aturan ini yang bersangkutan seharusnya berakhir keanggotaannya sebagai Anggota Senat Wakil Dosen karena diangkat dalam jabatan negeri yang lain sebagai Wakil Dekan Bidang Umum dan Keuangan Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya.

Keenam. Dr. Meitiana, M.M sebagai Anggota Senat Wakil Dosen Fakultas Ekonomi. Diduga tidak berkesesuian dengan Permenristekdikti 42/2017 Tentang Statuta Universitas Palangka Raya Pasal 33 ayat (9) dan Peraturan Senat 01/2018 Tentang Persyaratan, Tata cara Pemilihan dan Pengangkatan Anggota Senat Wakil Dosen Universitas Palangka Raya Pasal 8 huruf c yang berbunyi: “Pasal 8 Pemberhentian Anggota Senat. Ayat (1) Keanggotaan Senat Universitas berakhir karena: c. diangkat dalam jabatan negeri yang lain.” Nampak jelas di sini yang bersangkutan seharusnya berakhir keanggotaannya sebagai Anggota Senat Wakil Dosen karena diangkat dalam jabatan negeri yang lain sebagai Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Palangka Raya.

Ketujuh, Dr. Yohanes Edi Gunawan, M.Si sebagai Anggota Senat Wakil Dosen Bukan Profesor Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Diduga tidak berkesesuian dengan Permenristekdikti 42/2017 Tentang Statuta Universitas Palangka Raya Pasal 33 ayat (9) dan Peraturan Senat 01/2018 Tentang Persyaratan, Tata cara Pemilihan dan Pengangkatan Anggota Senat Wakil Dosen Universitas Palangka Raya Pasal 8 huruf c yang berbunyi: “Pasal 8 Pemberhentian Anggota Senat. Ayat (1) Keanggotaan Senat Universitas berakhir karena: c. diangkat dalam jabatan negeri yang lain.” Merujuk aturan ini yang bersangkutan seharusnya berakhir keanggotaannya sebagai Anggota Senat Wakil Dosen karena diangkat dalam jabatan negeri yang lain sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Palangka Raya.

BACA JUGA:   Berdiri Tahun 1961 dengan Modal Dasar Rp10 Juta, Bank Kalteng Sekarang Berhasil Menumbuhkan Aset Sampai Rp15,19 Triliun (Bagian 01)

Kedelapan, Prof. Drs. Kumpiady Widen, M.A, Ph.D sebagai anggota Senat Ex officio Dekan FISIP. Pengangkatan yang bersangkutan sebagai Dekan melalui Surat Keputusan (SK) Rektor UPR Nomor 2641/UN24/KP/2020 Tentang Perpanjangan Masa Jabatan Dekan FISIP UPR tidak memiliki dasar hukum yang jelas karena Perpanjangan Jabatan Dekan tidak diatur dalam Permenristekdikti 42/2017 Tentang Statuta UPR dan Peraturan Rektor UPR 2/2018 tentang Tata Cara Pemilihan dan Pengangkatan Dekan Fakultas Di Lingkungan Universitas Palangka Raya Jo. Peraturan Rektor UPR No 04/2020 perihal Perubahan Peraturan Rektor UPR 2/2018 tentang Tata Cara Pemilihan dan Pengangkatan Dekan Fakultas Di Lingkungan Universitas Palangka Raya. Jadi, dapat diduga terjadi kebijakan yang keliru dalam memperpanjang masa jabatan Dekan FISIP UPR, akibat adanya kekosongan hukum.

Kalaupun mau dipaksakan dekan perpanjangan, mungkin bisa merujuk pada Permenristekdikti 19/2017 Tentang Pengangkatan dan pemberhentian Pemimpin Perguruan Tinggi Pasal 13 ayat (1) Perpanjangan masa jabatan pemimpin PTN (Rektor/direktur) paling lama 1 (satu) tahun. Berdasarkan SK tersebut masa jabatan beliau sejak diperpanjang pada 01 September 2020 sampai dengan sekarang 22 Juni 2022 adalah 1 Tahun, 9 bulan 22 hari. Merujuk pada Permenristekdikti ini, ada kelebihan masa jabatan 9 bulan, 22 hari. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka keabsahan yang bersangkutan sebagai Dekan FISIP Universitas Palangka Raya perlu diuji kembali.

LEGACY

Itu tadi 8 (delapan) anggota senat yang menurut Saya mungkin tidak berkesesuaian dengan aturan. Berkaca dari aturan-aturan tersebut maka keabsahan mereka sebagai Anggota Senat Universitas Palangka Raya harus diperjelas. Apakah mereka sah atau malah sebaliknya tidak sah sebagai anggota Senat. Jika sah maka pertahankan, jika tidak sah maka harus dipilih ulang. Karena jika dibiarkan komposisi Senat seperti saat ini yang diduga melanggar aturan, maka setiap keputusan yang dikeluarkan oleh senat Universitas Palangka Raya dengan komposisi demikian berpotensi cacat hukum.

Melihat kapasitas senat yang terdiri dari profesor dan doktor terpelajar, bukanlah perkara sulit untuk melaksanakan perintah Dirjen Dikti sesegera mungkin. Jika memang tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat tentu ada sesuatu yang patut kita bersama pertanyakan. Dampaknya akan menimbulkan kerugian sangat besar bagi seluruh civitas akademika Universitas Palangka Raya. Oleh karena itu, kita bersama harus menuntut dan mengawal agar semua arahan Dirjen Dikti dapat dilaksanakan.

Terkait masa jabatan rektor saat ini akan berakhir dalam 3 bulan lagi yaitu pada 07 September 2022. Saya optimis dan yakin Pemilihan Rektor Universitas Palangka Raya Periode 2022-2026 akan selesai dan memperoleh hasil seorang rektor terpilih sebelum batas waktu tersebut. Dengan catatan ada kesungguhan dari rektor saat ini dan semua pihak untuk memperbaiki kesalahan dan keinginan yang kuat untuk meninggalkan legacy yang akan dikenang anak cucu dikemudian hari.

Jika keanggotaan senat ini belum berhasil dibenahi dalam jangka waktu singkat, tidak menutup kemungkinan akan ditunjuk Pj Rektor Universitas Palangka Raya seperti yang sudah-sudah. Saya juga sangat yakin, berkaca dari kegagalan Rektor saat ini menyusun keanggotaan senat yang taat azas. Mustahil jika perpanjangan masa jabatan dari Rektor Universitas Palangka Raya akan diberikan kepada yang bersangkutan oleh Mendikbudristek. Masa iya, sudah salah. Bukannya diganti, malah diperpanjang?

Sebagai penutup, marilah kita renungi sebuah kalimat bijak dari Mahatma Gandhi, seorang Tokoh Politik paling berpengaruh di India tahun 1869-1948 berikut: “Bumi ini cukup untuk tujuh generasi, namun tidak akan pernah cukup untuk tujuh orang serakah.”

Salam.