Warga Antang Kalang Surati BPN Kotim, Minta Lahan Mereka Dikeluarkan Dari HGU PT BUM

IST / BERITA SAMPIT - Peta arahan lokasi PT BSL dan PT BUM yang kini tengah bersengketa dengan masyarakat Antang Kalang.

SAMPIT – Warga Desa di Kecamatan Antang Kalang, Kabupaten Kotawaringin Timur menyurati Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kotim meminta agar tanag mereka dikeluarkan dari HGU PT Bangkit Giatusaha Mandiri (BUM).

Yulius Supriadi, kepala Desa Tumbang Kalang, Kecamatan Antang Kalang, belum lama ini bersama dengan masyarakat menyurati BPN di semua tingkatan hingga kepada Kementrian ATR BPN.

Mereka mendesak pihak tekait melakukan evaluasi terhadap HGU PT BUM yang terbit diatas lahan masyarakat, pasalnya masyarakat di daerah itu tidak bisa meningkatkan hak kepemilikan mereka atas lahannya ke sertifikat karena areal mereka masuk dalam HGU perusahaan tersebut.

Kepala BPN Kotim, Jhonsen Ginting mengatakan bahwa surat warga Tumbang Kalang yang mengajukan inklap dalam HGU PT BUM sudah masuk ke BPN.

“Surat mereka sudah masuk,” kata Ginting, Rabu 5 Oktober 2022.

Namun demikian apa jawaban dalam surat tersebut, dirinya tidak membeberkannya, termasuk saat ditanya luasan HGU PT BUM dirinya beralasan tidak ingat secara detail total luasannya.

BACA JUGA:   Pemkab Kotim Tetapkan Status Transisi Darurat Banjir ke Pemulihan

Sementara itu salah satu tokoh warga yang menolak HGU itu Diyu,bahkan hal itu disuarakan sejak tahun 2010 silam dan mereka melaporkan ke DPRD Kotim terkait hal tersebut.

DPRD dibawah kepemimpinan Jhon Krisli beberapa tahun lalu juga menerbitkan rekomendasi ke Bupati Kotim untuk melakukan inventarisasi lahan atau areal PT BUM yang masuk di lahan masyarakat. Berselang tiga tahun kemudian warga kembali mengadu ke DPRD Kotim.

Dalam rekomendaisnya DPRD Kotim menyebutkan Surat Keputusan Bupati Kotim terkhusus Izin Arahan Lokasi, Izin Lokasi serta Izin Usaha Perkebunan (IUP) luasan lahan 2.350 hektare yang masuk dalam Desa Kuluk Telawang, Waringin Agung, Sungai Hanya dan Desa Tumbang Kalang untuk dicabut karena lokasi yang diberikan izin ini masuk dalam kawasan permukiman, kantor pemrintah, sekolah, jalan dan puskemas.

“Tapi rekomendasi itu tidak dilaksanakan dan buktinya HGU bisa terbit saja beberapa tahun setelahnya, artinya apa yang kami perjuangkan kala itu ternyata tidak ada gunanya pemerintah daerah juga tidak memerhatikan kondisi disana seperti apa,”kata Diyu.

BACA JUGA:   PPLIPI Kotim Berbagi Takjil di Nur Mentaya Sampit

Ia melanjutkan baru-baru ini ketika warga ingin membuat sertifikat dan surat tanahnya selalu terkendala. Tidak hanya itu saja ketika mereka mengelola lahan mereka yang masuk HGU itu warga seketika itu diintimidasi dengan dalih penyerobotan dan dilaporkan ke Polda Kalteng.

“Ini adalah perampasan terhadap tanah kami yang sudah kami kuasai dan kelola jauh sebelum perusahaan itu ada,” tegas Diyu.

Menurut Diyu mereka akan berjuang melalui hukum yakni dengan melakukan gugatan di perdata untuk SK HGU tersebut. Selain itu juga mereka akan melaporkan hingga ke Kementrian ATR BPN hingga ke Presiden RI.

“Ini adanya mafia tanah sebagaimana yang ditegaskan Kementrian ATR BPN,” katanya.

Untuk memperkuat posisi mereka sebagai masyarakat adat mereka juga sudah meminta suaka hukum kepada Majelis Adat Dayak Nasional (MADN).

Sementara itu terpisah, Humas PT BUM, Suling enggan berkomentar saat dikonfirmasi Berita Sampit.(nardi)