PA GMNI Kalteng Kecam Tindakan Represif Aparat Ke Mahasiswa

Ketua DPD PA GMNI Kalteng Yusup Runi

PALANGKA RAYA – Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPD PA GMNI) Kalteng mengecam tindakan represif oknum aparat dalam penanganan aksi demontrasi mahasiswa yang berlangsung di depan kantor Gubernur Kalteng pada Senin 14 November 2022, kemaren.

Melalui pernyataan tertulisnya, Ketua DPD PA GMNI Kalteng Yusup Runi Hunjun Huke mendesak pihak yang berwenang memecat oknum aparat keamanan yang melakukan tindakan represif hingga membuat beberapa massa aksi harus dirujuk ke rumah sakit.

“Aparat berwenang untuk segera meminta maaf dan bertanggung jawab dan memecat secara tidak hormat aparat yang diduga sebagai tersangka tindak kekerasan,” ungkapnya. Selasa, 15 November 2022.

Karena menurutnya, tindakan represif aparat keamanan terhadap para demonstran dinilai sebagai percobaan pembungkaman hak-hak demokrasi. Dia menyarankan pemerintah provinsi menghadapi para demonstran agar melakukan pendekatan persuasif dan dialog.

“Meminta gubernur Kalteng untuk melakukan mediasi dengan mahasiswa guna menyelesaikan permasalah yang tidak boleh dipandang sebelah mata tersebut. Gubernur Kalteng sejatinya ketika rakyatnya melakukan demonstrasi harus segera ditemui dan diterima untuk berdialog agar apa yang menjadi aspirasi masyarakat segera sampai kemudian ditindaklanjuti melalui dinas terkait,” bebernya.

Sebelumnya mahasiswa yang menamakan diri Gerakan Rakyat Merdeka (GERAM) telah melakukan aksinya sebanyak tiga kali. Mereka melakukan aksi turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi dengan harapan bertemu langsung dengan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalteng namun selalu tidak digubris.

BACA JUGA:   Tim SAR Palangka Raya Masih Cari Remaja Tenggelam, Lima Hari Pencarian Belum Ditemukan

Aksi jilid pertama dilakukan pada tanggal 25 Oktober 2022 dan aksi jilid kedua pada tanggal 10 November 2022, aksi ini pun sempat diwarnai kericuhan setalah terjadi benturan massa aksi dengan salah satu organisasi masyarakat.

Kemudian aksi jilid III yang dilakukan pada tanggal 14 November 2022, kemaren. Hingga terjadi keributan dan pemukulan serta injak menginjak di halaman Kantor Gubernur Kalteng.

“Tidak perlu takut menemui rakyat yang berdemonstrasi, karna kehadiran pemimpin akan menghangatkan suasana hati rakyat yang menuntut haknya, seperti Presiden Jokowi meski demo besar 212 beliau dengan rendah hati menemui massa aksi, puluhan ribu massa aksi senang atas kehadiran presiden menerima dan mendengarkan aspirasi mereka saat itu,” jelas Mantan Presiden BEM Universitas Palangka Raya periode 2010- 2011 ini.

Saling Lapor

Diketahui bentrok yang terjadi antara mahasiswa dan Satpol PP Provinsi Kalteng saat unjuk rasa di Halaman Kantor Gubernur Kalteng, berbuntut panjang.

Kericuhan yang mengakibatkan dua anggota Satpol PP dan tiga mahasiswa luka-luka menyebabkan aksi saling lapor ke kepolisian.

Laporan pertama dilakukan anggota Satpol PP ke Satreskrim Polresta Palangka Raya. Dua tenaga honorer yang bekerja di Satpol PP, KMP (33) dan MJ (29) sebagai korban dalam aksi melaporkan dugaan tindak pidana pengeroyokan.

“Laporannya sudah masuk hari ini, selanjutnya tinggal menunggu hasil visum,” ucap Kasat Reskrim Polresta Palangka Raya, Kompol Ronny M Nababan.

BACA JUGA:   Begini Tanggapan Gubernur Kalteng Atas Penghargaan Adipura Palangka Raya

Sementara, mahasiswa yang didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Genta Keadilan melaporkan tindakan penghalang-halangan penyampaian pendapat di muka umum dan penganiayaan ke Polda Kalimantan Tengah.

Doni, pengacara mahasiswa, mengatakan terkait pelanggaran hukum menghalang-halangi penyampaian pendapat di muka umum, pihaknya melaporkan AG dan ED yang diketahui sebagai anggota organisasi masyarakat.

Laporan tersebut dilakukan setelah adanya pencopotan alat peraga aksi yang dilakukan keduanya saat pelaksanaan aksi Geram Jilid 2 pada 10 November lalu.

“Kami melaporkan tindakan melanggar hukum menghalang-halangi penyampaian pendapat di muka umum bukan hanya untuk menghukum pelakunya, namun juga menunjukkan cara berdemokrasi yang baik. Dimana ada warga negara yang menyampaikan pendapat wajib dihargai, jangan dibubarkan ataupun dicopot alat peraganya,” katanya.

Pelaporan mengenai tindakan menghalang-halangi tersebut terjadi saat gelaran aksi Geram jilid 2 pada 10 November lalu. Dimana ormas melakukan pencabutan spanduk yang dipasang massa di pagar kantor gubernur. Tak hanya itu ormas juga turut meneriakkan kata-kata kasar kepada massa.

“Ormas tidak ada kewenangan dalam hal itu, di sana ada kepolisian yang berwenang melakukan pengamanan,” jelasnya.

Laporan kedua adalah tindak pidana penganiayaan yang diduga dilakukan oknum Satpol PP Provinsi Kalteng. Tiga mahasiswa terluka dalam insiden bentrok tersebut.

“Kami juga laporkan tindak pidana penganiayaan, karena dua mahasiswa dan satu mahasiswi menjadi korban tindakan kekerasan dari oknum satpol PP. mereka dipukul, ditendang dan diinjak,” tegasnya.

(Kawit)