Kasus Penggerebekan Pelajar di Kasongan dapat Berujung Pidana

Habibi Baiquni Arrabat Pengacara Muda Asal Kasongan.

KASONGAN – Pasca penggerebekan Satpol PP Katingan terhadap empat remaja yang diduga menenggak miras di salah satu losmen di Kota Kasongan yang terdiri dari 3 pelajar perempuan dan 1 laki-laki yang merupakan masyarakat umum ini menuai beragam tanggapan.

Pasalnya, kabar pengerebekan ini langsung muncul dari pengguna Facebook dan langsung viral serta mengundang beragam komentar dari warganet atau netizen.

Rata-rata mengaku prihatin dan miris melihat kelakuan keempat remaja ini. Selain itu ada juga komentar berupa dukungan atas keberhasilan Satpol PP dalam mengungkap dan menangkap para pelajar tersebut.

Meski demikian, ada juga komentar yang dianggap menyudutkan (bully), seperti yang diungkapkan Habibi Baiquni Arrabat, pengacara muda yang berkantor di Jalan Revolisi Kasongan saat menerima surat kuasa hukum dari orang tua salah satu pelajar yang merasa dirugikan.

“Iya saya baru menerima surat kuasa dari pihak keluarga (red. pelajar) untuk melakukan langkah-langkah hukum. Karena pihak keluarga khususnya orang tuanya merasa dirugikan atas bully yang dilakukan oleh oknum di medsos,” ujarnya melalui rilisnya yang diterima beritasampit. Minggu, 10/11/2019.

Menurut Habibi panggilan akrabnya, bahwa penanganan kasus hukum kenakalan remaja pada anak pelajar dan atau anak dibawah umur lainnya mengacu pada undang-undang khusus.

BACA JUGA:   Satlantas Polres Katingan Gelar Operasi Keselamatan Telabang 2024 dengan Cara Unik

“Hal itu sejalan dengan asas hukum “Lex specialis derogat legi generalis” (aturan hukum yang bersifat khusus mengesampingkan aturan hukum yang bersifat umum),” kata Habibi.

Pengacara kelahiran Kasongan ini menjelaskan, menurutnya setelah terbitnya UU No 23 tahun 2002 yang sudah dirubah dengan UU No 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak dibawah umur, maka undang-undang tersebut menjadi rujukan.

“Jika kekerasan itu terjadi dalam di rumah, maka dilengkapi dengan UU No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU KDRT),” jelasnya

Kendati demikian, kedua undang-undang tersebut memberikan larangan bagi setiap orang tanpa kecuali termasuk aparat penegak hukum di dalamnya penegak Peraturan Daerah (Perda) seperti Satpol PP dalam proses penyelidikan dan penyidikan tidak boleh melakukan kekerasan baik kekerasan fisik maupun kekerasan psikis dan kekerasan seksual pada mereka.

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Janabadra Yokyakarta yang dilantik dan dikukuhkan di Jakarta dan diambil sumpah sebagai advokat di Pengadilan Tinggi Bandung Jawa Barat ini menerangkan selain wajib perpegang pada asas praduga tidak bersalah sebagaimana diatur dalam UU No 8 tentang KUHAP dan UU No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

BACA JUGA:   Aktivis Muda Harapkan Bakal Calon Bupati Harus Benar-Benar Paham Kondisi Katingan

Selain itu UU No 11 tahun 2012 tentang peradilan pidana anak dibawah umur yang mengatur keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum mulai tahap penyidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani proses pidana yang berdasarkan perlindungan, keadilan, non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, penghargaan terhadap anak, demi kelangsungan masa depannya.

Larangan penanganan proses hukum agar tidak mengganggu anak secara psikis termasuk didalamnya tidak membully dan mempermalukan mereka di medsos oleh siapa pun.

“Pihak sekolah diharapkan dapat melaksanakan pembinaan secara berjenjang termasuk lewat pemberian peringatan beberapa kali terlebih dahulu sebelum mengambil langkah ekstrem memberhentikan mereka,” tegasnya.

Mengenai dugaan perlakuan para pihak yang dianggap merugikan salah satu pelajar tersebut, termasuk saat proses penanganan oleh Satpol PP dan bully oleh pihak lain di medsos, sedang dikaji.

“Kasus ini akan kami kaji bersama rekan-rekan sesuai hukum positif untuk dilakukan langkah hukum selanjutnya,” terang pengacara muda yang juga memiliki keahlian di bidang alat musik tersebut.

(Kawit/beritasampit)